Kamis, 29 Juni 2017

Proposal Mimpi 2

Assalamua'laikum wr wb Lewat tulisan ini aku berdoa kpd Allah Swt agar apa yg kutulis ini dpt dikabulkanNya krn hanya Dia lah tempatku meminta dan Dia Maha Pengabul Doa Amiiinnn... ya Rabb Tahun 2018 : melahirkan anak pertama. Naik pangkat. Bisnis lancar Tahun 2020 : melahirkan anak kedua. Tahun 2023 : berangkat umroh dg keluarga Tahun 2035 : nerangkat haji sama suami. Ya Rabb... mohon dikabulkan jk ini memang baik untuk kami. Namun jk menurut Engkau ini buruk, mk gantilah dg yg lebih baik.Engkau lah tempat kami mengadu dan tempat kami meminta pertolongan. Amiinnn.

Sabtu, 01 Februari 2014

BETWEEN LOVE AND DREAM

Aku adalah anak sulung di keluargaku. Ayahku bekerja sebagai dosen di sebuah universitas Islam di daerahku, sedangkan ibuku menjadi guru di sebuah madrasah aliyah di kota kami. Aku mempunyai dua orang adik perempuan. Yang pertama hanya selisih 1 tahun 4 bulan denganku. Sedangkan si bungsu lahir saat aku berusia 9 tahun. Alhamdulillah, keluarga kami merupakan keluarga yang harmonis. Kedua orang tuaku sangat menyayangi aku dan adik-adikku. Keluarga kami selalu berkecukupan, mungkin karena kedua orang tuaku berprofesi sebagai pegawai negeri. Meski begitu, orang tuaku selalu mengajari kami untuk rajin menabung. Dengan keadaan keluarga yang selalu berkecukupan dan harmonis, kami dapat belajar dengan optimal. Di sekolah, aku dan adikku termasuk anak yang berprestasi. Alhamdulillah, aku selalu mendapat ranking pertama di kelas. Karena itu, aku sering ditunjuk untuk mewakili sekolahku ke berbagai perlombaan. Alhamdulillah, berkat kerja keras dan dukungan orang tuaku, aku dapat meraih berbagai prestasi dan membanggakan mereka. n_n Namun, saat aku baru saja naik kelas tiga SMP, rupanya Allah Swt menguji keluarga kami. Saat itu, aku sedang bersiap-siap mengikuti olimpiade matematika tingkat nasional mewakili provinsiku di Balikpapan. Beberapa hari menjelang keberangkatan, ayahku mendapat serangan stroke. Beliau memang sangat sibuk mengajar, mengurus urusan kantor, juga ceramah ke mana-mana karena banyak orang yang mengundang ayahku ceramah. Karena kurang memperhatikan kondisi kesehatannya, akhirnya ayahku limbung. Peristiwa ini menjadi pukulan hebat bagi kami semua. Setelah keluar dari rumah sakit, ayahku sedikit demi sedikit mulai membaik kondisinya dengan rutin terapi dan berobat. Alhamdulillah, beliau bisa kembali mengajar di kampus. Kami sangat bersyukur karena ayah masih bisa bertahan dan kembali beraktivitas, walaupun tak kembali seperti semula, karena tangan dan kaki kanan ayah masih terbatas gerakannya. Oleh karena itu, ibu melarang beliau untuk ceramah dengan kondisi yang demikian. Makanan pun harus diperhatikan. Ibuku dengan setia merawat dan menguatkan ayah. Aku sangat salut pada ibu. Sungguh cinta itu sangat indah… Kondisi keluargaku yang demikian tak menyurutkan semangatku dan adik-adikku untuk terus berprestasi. Alhamdulillah, kami bisa membanggakan orang tua dengan meraih prestasi yang gemilang. Hanya dengan cara inilah aku bisa membahagiakan kedua orang tua. Dengan rajin belajar dan mematuhi perintah keduanya. Aku pun lulus SMP dengan nilai sangat memuaskan. Di SMA pun aku selalu mendapat peringkat satu di kelas hingga lulus dengan nilai yang tinggi pula dan lulus PMDK di universitas daerahku. Di balik nikmat ternyata ada ujian. Saat aku semester empat dan sedang mengambil semester pendek, ayahku harus masuk ke ICU. Ternyata di jantungnya terdapat banyak cairan. Kata dokter, hal itu karena telah terlalu lama stroke. Selain itu juga kekurangan hemoglobin, sehingga ayah harus mendapat transfusi darah dan tambahan zat besi. Meski sering bolak-balik ke rumah sakit, aku dan adik-adikku tak mau menyerah. Kami harus terus bersemangat dan membantu ibu merawat ayah. Pada bulan Maret 2011, aku pun menyelesaikan kuliahku dalam waktu tujuh semester. Aku memang punya target harus selesai secepatnya agar aku bisa segera meringankan beban orang tuaku. Berkat doa orang tua dan dukungan keluarga besar, kawan-kawan, serta dosen-dosenku, aku berhasil meraih IPK tertinggi di fakultas keguruan dan ilmu pendidikan tempatku menimba ilmu. Aku sangat senang dan orang tuaku pun sangat bangga. Alhamdulillah, aku juga menjadi peringkat ketiga di tingkat universitas. Setelah aku menyelesaikan kuliahku, ibu menyuruhku untuk mempertimbangkan beasiswa S2 yang ditawarkan oleh dosenku yang seorang professor, tapi aku juga dapat tawaran mengajar dari suatu madrasah aliyah yang termasuk sekolah favorit di kotaku. Aku pun disuruh ibu untuk istikharah untuk memutuskan yang terbaik. Sekitar jam tiga malam aku bangun. Segera kulaksanakan shalat istikharah setelah shalat tahajjud terlebih dulu. Aku benar-benar meminta tolong pada Allah agar mantap dalam mengambil keputusan. Apakah sebaiknya aku langsung melanjutkan kuliah atau mencari pekerjaan dulu? Yang manakah yang terbaik untuk kehidupan dunia dan akhiratku? Setelah shalat dan berdoa aku pun kembali tidur. Dalam tidurku aku bermimpi. Aku dan seorang temanku pergi ke suatu tempat dengan membawa begitu banyak barang di dalam kardus. Di tengah perjalanan, aku dipanggil ibuku untuk pulang ke rumah. Sesampainya di rumah aku bertemu dengan dua orang yang tak kukenal. Seorang laki-laki dan seorang wanita yang berumur sekitar 40-an. Wanita itu memberi nasihat padaku. “Kamu ini anak sulung di keluargamu. Kamu harus tetap di sini. Kamu bertanggung jawab atas keluargamu. Adik-adikmu gak bisa diharapkan”, kata wanita itu. Aku hanya manggut-manggut mendengar nasihatnya. Ibuku pun diam saja. Lalu, atas nasihatnya itu aku pun memutuskan tak melanjutkan perjalananku. “Kamu teruskan saja perjalananmu. Aku tidak jadi ikut. Aku di sini saja. Semoga kamu sukses”, kataku pada temanku sambil melambaikan tangan. Temanku itu lalu melanjutkan perjalanannya sendirian dan aku tetap bersama keluargaku. Kudengar azan subuh telah berkumandang, aku pun segera bangun. Aku lalu memikirkan mimpiku malam tadi. Kok begitu pas dengan pertanyaan-pertanyaanku yang kusampaikan pada Allah saat istikharah malam tadi. Aku merasa bahwa jawaban istikharahku itu ada dalam mimpi tersebut. Nasihat wanita dalam mimpiku itu terus terngiang-ngiang. Ah, benarkah ini pertanda bahwa aku sebaiknya tetap bersama keluargaku saja? Jika aku melanjutkan kuliah, sepertinya tak akan sampai di tujuan karena aku harus kembali ke rumah. Lalu apa maksudnya adik-adikku tak bisa diharapkan? Bukankah mereka sudah besar dan cukup dewasa? Ayahku sudah kembali sehat dan dapat beraktivitas seperti semula. Orang tua juga sangat mendukungku untuk mendapatkan beasiswa itu. Lalu kenapa wanita yang tak kukenal itu menasihatiku untuk tetap di sini bersama keluargaku? Ya Allah…, benarkah ini petunjuk dari-Mu? Aku pun segera beranjak dari tempat tidur dan segera shalat subuh. Seharian aku berusaha menyingkap makna mimpi itu. Terus bertanya pada Allah agar aku mantap mengambil keputusan. Langkah yang akan kuambil ini tak hanya demi kebaikanku di dunia tapi juga di akhirat. Maka, aku tak boleh salah langkah. Aku lalu menceritakan hal itu pada ibu dan meminta pendapatnya. “Kalau memang mau kuliah, segera persiapkan diri agar berhasil mendapat beasiswa itu. Tapi kalau memang mau kerja, segera buat lamaran kerja dan terima saja tawaran mengajar di madrasah”, nasihat ibu. Beliau menyerahkan keputusan itu padaku. Apapun yang keputusanku akan didukung oleh keluarga. Aku pun akhirnya memutuskan untuk bekerja dulu. Aku memang bercita-cita ingin menjadi guru. Tawaran mengajar di madrasah itu takkan kulepaskan. Aku pun segera membuat surat lamaran kerja dan menyiapkan berkasnya. Setelah kuserahkan kepada kepala madrasah, beberapa hari kemudian aku dipanggil untuk segera mengajar. Alhamdulillah…, akhirnya aku bisa mengajar, walaupun hanya sebagai guru honorer. Aku begitu menikmati kegiatanku di sekolah. Semua berjalan lancer. Aku akan berusaha sebaik-baiknya menjalankan amanah ini dan akan bertahan karena ini langkah yang telah kuambil. Maju terus pantang mundur. Orang tuaku pun menghargai keputusanku dan mendukung aktivitas baruku mengajar di sekolah. Dan Allah benar-benar menguji hamba-Nya yang menyatakan diri mereka beriman. Ayahku yang telah membaik kondisi kesehatannya ternyata masih sering merasakan sakit di dadanya. Penyakit ayah semakin parah. Kami mengira hanya penyakit jantung karena cairan yang cukup banyak di jantungnya menyebabkan dada ayah sering terasa sesak. Juni 2011, ayahku pun berobat ke rumah sakit dan disuruh dokter untuk opname. Rupanya ayahku juga menderita diabetes. Gula darahnya tinggi, tekanan darah juga tinggi, akhirnya terjadi komplikasi. Saat dirawat di rumah sakit itulah ayah mengalami stroke yang kedua. Hal ini lebih berat kami rasakan daripada sebelumnya karena ayahku tak mampu lagi berbicara. Menurut dokter, syaraf bahasa yang diserang stroke kedua ini. Karena tak mampu berkomunikasi secara lisan, kami cuma berkomunikasi lewat gerakan. Ayah masih mengerti apa yang kami ucapkan, tapi kami tak mengerti apa yang beliau katakan. Sesudah keluar dari rumah sakit, aku berusaha mengajari ayahku untuk menulis. Sayangnya, susunan huruf yang beliau tulis tak beraturan dan tak dapat dipahami. Akhirnya, kami belajar untuk lebih sabar lagi saat berkomunikasi dengan beliau. Kami harus menafsirkan kata-kata beliau yang tak beraturan atau gerakan tangan beliau yang menunjukkan sesuatu. Kadang kami merasa hampir putus asa karena tak kunjung mengerti maksud ayah. Tapi selalu ada cahaya dan kekuatan dari-Nya. Ya Allah, kuatkan kami…. Setiap ujian tentu ada jalan keluarnya. Allah takkan menguji hamba-Nya melebihi kesanggupannya. Hampir tiga bulan ayahku hanya berbaring di tempat tidur. Kami mesti mengerahkan semua tenaga dan saling membantu untuk membantu ayah bangun dari tempat tidur, misalnya saat mau makan. Bahkan buang air pun di tempat tidur. Karena penyakit ayah bertambah parah, maka beliau tak mampu mengajar di kampus. Tugas-tugasnya pun ditangani oleh asisten beliau. Kami terus berusaha mengobati ayah, baik lewat pengobatan alternatif maupun medis. Namun, beberapa kali berobat herbal, selalu menimbulkan gejala yang tidak baik. Bukannya berkurang penyakitnya, malah ayah kejang-kejang. Ibuku memutuskan untuk tidak berobat herbal lagi, tetapi dengan resep dokter saja. Selain mengajar di madrasah aliyah, aku sempat juga mengajar di almamaterku di SMA. Di rumah aku juga membuka les privat sehingga tenagaku cukup terkuras. Waktu untuk membantu ibu merawat ayahku menjadi sangat terbatas. Maka dari itu aku ingin berhenti dari salah satu sekolah tersebut supaya bisa merawat ayah di rumah. Namun, ibu tak mengizinkan. Hingga akhirnya Allah memberikan solusi. Setelah sebulan mengajar di SMA, ada guru PNS yang pindah ke SMA tersebut sehingga tenagaku tak diperlukan lagi. Aku pun hanya mengajar di aliyah selama tiga hari. Hari lainnya aku di rumah menemani ayahku, sehingga cukup meringankan beban ibu. Hampir setahun kujalani aktivitas demikian. Bila aku dan ibu tidak ada di rumah karena harus ke sekolah, maka nenek yang merawat ayah. Nenekku memang kami minta datang dari kampong untuk membantu kami. Adikku yang masih kuliah kadang juga bisa menemani ayah bila sedang tidak kuliah, tapi dia sangat sibuk dengan tugasnya. Jadi, ibu pun meminta tolong salah seorang kerabat laki-laki untuk menemani ayah bila kami sedang tidak ada. Dia sedang menulis skripsi dan tidak ada kuliah lagi sehingga bisa membantu di rumah. Namanya Husin. Ayahku sebenarnya sudah cukup sehat. Hanya perlu ditemani supaya kalau terjadi sesuatu yang tak terduga, seperti sesak napas, dapat segera ditolong. Kalau tidak ada yang menemani beliau, kami sangat khawatir karena ayah tak bisa bicara atau berteriak minta tolong. Beliau sudah bisa jalan sendiri, tapi memang sebaiknya diawasi karena takut terjatuh. Kadang kakinya juga bengkak karena banyak cairan di tubuhnya yang menumpuk di kaki. Alhamdulillah, aku bersyukur tetap berada bersama keluargaku dan mengurungkan niat untuk melanjutkan S2. Andai aku berangkat S2, aku tentu saja tak bisa membantu orang tuaku. Pastinya aku sangat tidak tenang menimba ilmu karena memikirkan keadaan ayah yang bertambah parah dari sebelumnya. Sedangkan adik-adikku memang tak bisa diharapkan karena mereka pun harus menyelesaikan sekolahnya. Jadi, sebagai anak sulung, aku harus bisa membantu meringankan beban orang tuaku. Aku bahagia sekali karena setelah lulus langsung bisa bekerja sebagai guru meski hanya honorer. Memasuki tahun ajaran baru 2012/2013, aku mendapat tawaran mengajar dari SMA yang dulu aku pernah mengajar sebulan di sana. Hanya menggantikan guruku yang cuti melahirkan selama 3 bulan. Aku juga tetap mengajar di madrasah. Ayahku sudah lebih baik, maka tak terlalu dikhawatirkan lagi. Namun, kami masih bergantian menjaganya dan meminta tolong pada Husin atau tetangga jika kami semua tidak ada di rumah. Bulan Desember 2012 tugasku berakhir di SMA, tapi rupanya Allah masih membukakan pintu rezekiku di sana. Mulai Januari, aku menjadi guru honorer tetap di SMA karena guru yang baru masuk ke SMA setahun sebelumnya, mengidap kanker dan tak tertolong. Akhirnya aku menggantikan beliau. Inilah suratan takdir. Dulu aku berhenti karena kedatangan beliau di SMA, dan kini aku kembali mengajar di SMA karena beliau berpulang ke rahmatullah. Alhamdulillah, aku bersyukur selama mengajar di madrasah maupun di SMA, murid-muridku senang belajar denganku. Bahkan aku mendapat award sebagai “Guru Paling Enak Menjelaskan” saat perpisahan siswa kelas 3 di aliyah. Aku bahagia sekali. Aku sangat bersyukur dengan semua karunia Allah Swt dan aku terus berharap agar aku bisa jadi guru tetap alias guru PNS. Namun, semenjak aku lulus kuliah, pemerintah menetapkan moratorium selama dua tahun, sehingga tidak ada penerimaan CPNS untuk sementara waktu. Akan tetapi, setelah aku lulus kuliah, aku segera mempersiapkan berkas yang diperlukan untuk mendaftar tes CPNS. Aku juga membeli banyak buku tentang soal dan pembahasan tes CPNS. Aku belajar untuk mempersiapkan tes itu, meski aku tak tahu kapan pemerintah mengadakan tes CPNS tersebut. Aku takkan menyianyiakan waktu yang ada. Melihat aku sibuk belajar di sela-sela aktivitasku mengajar, adikku sangat heran. Katanya, “Buat apa belajar sekarang, tes CPNS aja gak ada tahun ini”. Aku sempat kecewa mendengar komentarnya itu, tapi aku harus bersemangat dan tak mau terlena. Biar pun tak ada tes tahun ini, aku harus tetap belajar, karena Allah takkan menyianyiakan usaha hamba-Nya. Aku pun tetap optimis. Selain menjawab soal-soal tes dari buku yang kubeli, aku juga membuat rangkuman materi tes CPNS, seperti materi Pancasila, kewarganegaraan, sejarah, bahasa Indonesia, pengetahuan umum, kebijakan pemerintah, dan lain-lain. Aku juga sering browsing internet dan baca koran untuk memperluas wawasan. Terkadang buku-buku itu kubawa ke sekolah sehingga bisa kubaca saat istirahat atau sambil mengawasi siswa ulangan. Pokoknya aku akan berusaha semaksimal mungkin. Alhamdulillah, akhirnya pemerintah mengadakan juga tes CPNS pada bulan November 2013. Aku pun mendaftarkan diri di pemprov. Sebenarnya ada beberapa daerah yang juga membuka formasi sesuai jurusanku, namun yang menjadi pertimbangan utama saadalah jaraknya dari tempat tinggalku. Aku memang tak mau jauh dari kedua orang tua. Aku ingin tetap membantu ayah dan ibu. Ibu juga ingin aku dekat dengan beliau agar bisa membantu meringankan beban ibu dan bisa merawat ayah. Untunglah di pemprov juga ada formasi yang sesuai. Kalau aku lulus, ada kemungkinan tempat kerjaku hanya berada di kabupaten tetangga. Insya Allah aku bisa bolak-balik ke rumah. Aku pun semakin genjar belajar. Semua keluarga, teman, guru, dosen, rekan kerja, tetangga, dan siapa pun yang kami kenal, diminta untuk mendoakan agar aku lulus tes. Aku berusaha mengerahkan semua kemampuanku. Kesempatan yang telah dua tahun lebih kutunggu akhirnya datang dan aku akan berusaha meraihnya. Aku juga ikut try out yang diadakan di kotaku. Alhamdulillah, aku mendapat peringkat satu. Semoga ini pertanda baik. Mendekati hari pelaksanaan tes, aku mengurangi kegiatan agar bisa istirahat yang cukup sehingga tetap fit saat tes nanti. Orang tuaku semakin genjar beribadah. Mereka sholat hajat meminta kepada Allah Swt agar aku diluluskan. Keluargaku pun yang di luar kota juga mengadakan sholat hajat dan doa bersama. Pada malam hari, menjelang hari H, setelah sholat taubat dan sholat hajat, aku bersimpuh pada orang tuaku memohon ampun atas dosa-dosaku yang begitu banyak pada mereka, yang belum bisa membahagiakan mereka, belum bisa menjadi anak yang berbakti. Dengan ikhlas, keduanya memaafkan dan mendoakanku agar aku bisa meraih cita-citaku. Insya Allah, dengan ridho orang tuaku, Allah pun akan ridho padaku. Tanggal 3 November 2013, hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Aku mengikuti tes dengan tenang. Semua kegundahan kubuang jauh-jauh. Aku pasrahkan semuanya kepada Allah Swt. Aku sudah berbekal ilmu yang kupelajari selama ini juga doa dari orang-orang tercinta. Aku yakin Allah akan menolong dan memberi hasil yang terbaik. Sebelum tes dimulai, aku sempat mengirim SMS pada ibu. “Bu, saya mohon doanya ya….Sebentar lagi tesnya dimulai. Saya akan berusaha semaksimal mungkin. Tinggal doa sebagai senjata kita. Saya pasrah sama Allah”. Di rumah, orang tuaku sholat dan berdoa dengan khusyuk kepada Allah Swt agar aku diberi kemudahan dalam mengerjakan soal. Ayah ibuku sampai menangis dan larut dalam doanya. Alhamdulillah, soal-soal tes kurasa jauh lebih mudah daripada try out yang kuikuti. Waktu yang diberikan hanya tiga jam untuk menyelesaikan soal sebanyak 120 soal yang terbagi tiga bagian yaitu, TKP (tes kepribadian), TIU (tes intelegensi umum), dan TKW (tes wawasan kebangsaan). Tes dimulai pukul 8 dan berakhir pukul 11. Bismillah… semua kuserahkan pada Allah Yang Maha Pemberi. Aku pun optimis dan berhusnudzon pada-Nya. Setelah mengikuti tes CPNS, aku kembali sibuk beraktivitas seperti biasa. Buku-buku pelajaranku untuk persiapan tes ini segera kubereskan ke dalam lemari buku. Wah, rupanya buku soal yang kubeli mencapai 9 buah buku, belum termasuk buku rangkuman materi ada tiga buah buku tulis, serta print out dari browsing internet, juga CD bank soal yang diberikan saat try out dan dari beberapa temanku. Subhanallah…, semoga apa yang telah kulakukan ini diridhoi Allah dan diberkahi-Nya. Menunggu pengumuman tes rupanya lebih menegangkan daripada mengerjakan soal tes. Itu menurutku. Tapi, apapun hasilnya aku yakin itulah yang terbaik menurut Allah. Rencananya hasil tes akan diumumkan tanggal 4 Desember 2013, namun ditunda beberapa kali. Akhirnya tanggal 24 Desember 2013 pengumuman dilaksanakan di seluruh Indonesia. Di hari yang dimaksud, aku membeli koran untuk melihat pengumuman tes, namun tidak ada. Lalu aku dan temanku berangkat mengikuti seminar di suatu universitas. Sambil mendengarkan pemateri kami terus berusaha mengakses web BKN untuk mengetahui hasil tes. Menurut info yang kami dapat, nilai tes diumumkan serentak secara nasional. Setelah itu baru BKD masing-masing daerah yang mengumumkan hasil kelulusan. Sekitar pukul 10.30 kami bisa mengakses nilai tes kami. Aku sangat senang karena nilaiku memenuhi passing grade. Nilainya sangat tinggi. Temanku juga memenuhi passing grade walaupun nilainya di bawahku. Sayangnya, kami belum berhasil mengakses web BKD untuk mengetahui hasil akhir kelulusan. Selesai acara seminar, aku pun segera pulang ke rumah. Sebelumnya, aku sudah memberi tahu ibu mengenai nilaiku yang memenuhi passing grade lewat SMS. Di rumah aku makan lalu mandi. Karena penasaran, ibuku meminta tolong pada pamanku yang bekerja di BKD untuk mencari info hasil kelulusan karena kabarnya telah diumumkan jam 12.30. Lewat telpon pamanku memberitahu bahwa aku mendapat peringkat pertama dan lulus! Ibu langsung sujud syukur dan beliau menangis karena sangat gembira. Ayahku hanya tertawa-tawa melihat ibu yang menangis. Waktu itu aku masih di kamar mandi. Selesai mandi aku segera sholat dan sujud syukur atas nikmat yang besar ini. Alhamdulillah Ya Allah! Temanku menelpon untuk memberitahu bahwa aku lulus. Sayang sekali, dia kali ini belum lulus. Aku juga mendapat banyak ucapan selamat dari keluarga, teman, dan rekan kerja. Semua sangat gembira. Aku pun memberi kabar pada keluargaku yang senantiasa mendukung dan mendoakanku. Tanpa mereka tentulah aku tak dapat meraih mimpiku. Cinta orang tuaku yang selalu tercurah telah memberikanku semangat untuk terus berusaha meraih mimpiku. Segala tantangan dapat diatasi berkat cinta dan doa orang tuaku tercinta. Aku benar-benar bersyukur pada Allah atas semua karunia-Nya. Ya Allah Ya Rabbi…, Kau benar-benar mengetahui keperluan hamba-Mu. Kau tak sia-siakan usaha dan doa kami. Kau Maha Pengabul Doa. Kau berikan nikmat yang begitu besar pada kami. Di saat ayahku sebentar lagi pensiun karena tak mampu lagi menjalankan tugas, Kau anugerahkan aku kesempatan menjadi PNS untuk mengabdi pada bangsa, negara, dan agamaku. Aku akan berusaha melaksanakan amanah yang Kau beri dengan sebaik-baiknya. Alhamdulillah, hajat kami telah dikabulkan Allah. Semoga kami senantiasa pandai bersyukur dan tidak lalai dari mengingat kebesaran-Nya. Semoga sepenggal kisahku ini bermanfaat buat saudara-saudari semua. Jangan putus asa dengan keadaan yang menimpa diri kita. Di balik kesulitan ada kemudahan yang saaaaaaaangat banyak. Setiap kejadian pasti ada hikmahnya. Setelah ujian, ada kenikmatan. Jadi, berusahalah lakukan yang terbaik. Mintalah doa restu ayah ibumu dalam setiap langkahmu karena doa mereka itu pasti diijabah Allah. Tak ada yang tak mungkin jika telah melibatkan doa orang tua. Tak percaya? Aku sudah membuktikannya. Giliranmu?

Minggu, 01 Januari 2012

Fatimah Az-Zahra, Inspirasi Setiap Wanita

Memaparkan perjalanan hidup Fatimah terasa sangat sulit bagi saya. Banyaknya keistimewaan dan sifat baik yang disandang Fatimah membuat saya dihinggapi rasa malu saat menuangkan tulisan ini. Kehidupan beliau banyak mengandung pelajaran berharga. Kehidupan putri Rasul ini, laksana permata indah yang memancarkan cahaya. Pada kesempatan ini, saya ingin mengajak Anda untuk melihat sekelumit dari kepribadian beliau yang agung, untuk dijadikan inspirasi, khususnya bagi kaum wanita.
Tak diragukan lagi, sebagian besar problem dan masalah yang dihadapi umat manusia adalah karena kelalaiannya akan hakikat wujud kemanusiaannya, sehingga dia terjebak dalam tipuan dunia. Sebaliknya, manusia bisa mendekatkan diri kepada Allah saat dia mengenal dirinya dan mengetahui tugas yang harus ia lakukan dan pertanggungjawabkan kepada Allah, Sang Pencipta alam kehidupan.
Fatimah Az-Zahra, adalah seorang figur yang unggul dalam keutamaan ini. Dalam doanya, beliau sering berucap, “Ya Allah, kecilkanlah jiwaku di mataku dan tampakkanlah keagungan-Mu kepadaku. Ya Allah, sibukkanlah aku dengan tugas yang aku pikul saat Engkau menciptakanku, dan jangan Engkau sibukkan aku dengan hal-hal yang lain.”
Keikhlasan dalam beramal adalah jembatan menuju keselamatan dan keberuntungan. Manusia yang memiliki jiwa keikhlasan akan terbebas dari seluruh belenggu hawa nafsu dan akan sampai ke tahap penghambaan murni. Keikhlasan akan memberikan keindahan, kebaikan, dan kejujuran kepada seseorang. Contoh terbaik dalam hal ini dapat ditemukan pada pribadi agung Fatimah Az-Zahra. Seseorang pernah bertanya kepada Imam Mahdi, “Siapakah di antara putri-putri Nabi yang lebih utama dan memiliki kedudukan yang lebih tinggi?” Beliau menjawab, “Fatimah.” Dia bertanya lagi, “Bagaimana Anda menyebut Fatimah sebagai yang lebih utama padahal beliau hanya hidup singkat dan tidak lama bersama Nabi?” Beliau menjawab, “Allah memberikan keutamaan dan kemuliaan ini kepada Fatimah karena keikhlasan dan ketulusan hatinya.”
Sayyidah Fatimah dalam munajatnya sering mengungkapkan kata-kata demikian, “Ya Allah, berilah aku keikhlasan. Aku ingin tetap tunduk dan menghamba kepada-Mu di kala senang dan susah. Saat kemiskinan mengusikku atau kekayaan datang kepadaku, aku tetap berharap kepada-Mu. Hanya dari-Mu aku memohon kenikmatan tak berujung dan kelapangan pandangan yang tak berakhir dengan kegelapan. Ya Allah, hiasilah aku dengan iman dan masukkanlah aku ke dalam golongan mereka yang mendapatkan petunjuk.”
Kecintaan Fatimah kepada Allah disebut oleh Rasulullah sebagai buah dari keimanannya yang tulus. Beliau bersabda, “Keimanan kepada Allah telah merasuk ke qalbu Fatimah sedemikian dalam, sehingga membuatnya tenggelam dalam ibadah dan melupakan segalanya.” Manusia yang mengenal Tuhannya akan menghiasi perilaku dan tutur katanya dengan akhlak yang terpuji. Asma’, salah seorang wanita yang dekat dengan Fatimah mengatakan, “Aku tidak pernah melihat seorangpun wanita yang lebih santun dari Fatimah. Fatimah belajar kesantunan dari Dzat yang Maha Benar.
Hanya orang yang terdidik dengan tuntunan Ilahi-lah yang bisa memiliki perilaku dan kesantunan yang suci. Ketika Allah melalui firman-Nya memerintahkan umat untuk tidak memanggil Rasul dengan namanya, Fatimah lantas memanggil ayahnya dengan sebutan Rasulullah. Kepadanya Nabi bersabda, “Fatimah, ayat suci ini tidak mencakup dirimu.” Dalam kehidupan rumah tangganya, putri Nabi ini selalu menjaga etika dan akhlak. Kehidupan Ali dan Fatimah yang saling menjaga kesantunan ini layak menjadi teladan bagi semua.
Kasih sayang dan kelemah-lembutan Fatimah diakui oleh semua orang yang hidup satu zaman dengannya. Dalam sejarah disebutkan bahwa kaum fakir miskin dan mereka yang memiliki hajat akan datang ke rumah Fatimah ketika semua telah tertutup. Fatimah tidak pernah menolak permintaan mereka, padahal kehidupannya sendiri serba berkekurangan.
Poin penting lain yang dapat menjadi inspirasi dari kehidupan dan kepribadian penghulu wanita sejagat ini adalah sikap tanggap dan peduli yang ditunjukkan beliau terhadap masalah rumah tangga, pendidikan dan masalah sosial. Banyak yang berprasangka bahwa keimanan dan penghambaan yang tulus kepada Allah akan menghalangi orang untuk berkecimpung dalam urusan dunia. Kehidupan Fatimah Az-Zahra mengajarkan kepada semua orang akan hal yang berbeda dengan anggapan itu. Dunia di mata beliau adalah tempat kehidupan, meski demikian hal itu tidak berarti harus dikesampingkan. Beliau menegaskan bahwa dunia laksana anak tangga untuk menuju ke puncak kesempurnaan, dengan syarat hati tidak tertawan oleh tipuannya. Fatimah berkata, “Ya Allah, perbaikilah duniaku bergantungnya kehidupanku. Perbaikilah kondisi akhiratku, karena ke sanalah aku akan kembali. Panjangkanlah umurku selagi aku masih bisa berharap kebaikan dan berkah dari dunia ini..”
Detik-detik akhir kehidupannya telah tiba. Duka dan derita terasa amat berat untuk dipikul oleh putri tercinta Nabi ini. Meski demikian, dengan lemah lembut Fatimah bersimpuh di hadapan Sang Maha Pencipta mengadukan keadaannya. Asma berkata, “Saya menyaksikan saat itu Fatimah mengangkat tangannya dan berdoa, “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan perantara kemuliaan Nabi dan kecintaannya kepadaku. Aku memohon kepada-Mu dengan nama Ali dan kesedihannya atas kepergianku. Aku memohon kepada-Mu dengan perantara Hasan dan Husein serta derita mereka yang aku rasakan. Aku memohon kepada-Mu atas nama putri-putriku dan kesedihan mereka. Aku memohon, kasihilah umat ayahku yang berdosa. Ampunilah dosa-dosa mereka. Masukkanlah mereka ke dalam surga-Mu. Sesungguhnya Engkau Dzat Yang Maha Pengasih dari semua pengasih.”
Sebelum ajal datang menjemputnya, Fatimah Az-Zahra menghadap kiblat setelah sebelumnya berwudhu. Beliau mengangkat tangan dan berdoa, “Ya Allah, jadikanlah kematian bagai kekasih yang aku nantikan. Ya Allah, curahkanlah rahmat dan inayah-Mu kepadaku. Tempatkanlah ruhku di tengah ruh orang-orang yang suci dan jasadku di sisi jasad-jasad mulia. Ya Allah, masukkanlah amalanku ke dalam amalan-amalan yang Engkau terima.”
Tanggal 3 Jumadil Akhir tahun 11 Hijriyyah, Fatimah Az-Zahra putri kesayangan Nabi menutup mata untuk selamanya. Beliau wafat meninggalkan pelajaran-pelajaran yang berharga bagi kemanusiaan. Kepada Fatimah, Rasul pernah bersabda, “Fatimah, Allah telah memilihmu dan menghiasimu dengan makrifat dan pengetahuan. Dia juga telah membersihkanmu dan memuliakanmu di atas wanita seluruh jagat.“
Kecintaan Rasulullah kepada Fatimah Az-Zahra merupakan satu hal khusus yang layak untuk dipelajari dari kehidupan beliau. Disaat bangsa Arab menganggap anak perempuan sebagai pembawa sial dan kehinaan, Rasul memuliakan dan menghormati putrinya sedemikian besar. Selain itu, Rasulullah biasa memuji seseorang yang memiliki keutamaan. Dengan kata lain, pujian Rasul kepada Fatimah adalah karena beliau menyaksikan kemuliaan pada diri putrinya itu. Nabi tahu akan apa yang bakal terjadi sepeninggalnya kelak.
Karena itu, sejak dini beliau telah mengenalkan kemuliaan dan keagungan Fatimah kepada umatnya, supaya kelak mereka tidak bisa beralasan tidak mengenal keutamaan penghulu wanita sejagat itu. Fatimah adalah contoh nyata dari sebuah inspirasi bagi kaum wanita. Dengan mengikuti dan meneladaninya, kesuksesan dan kebahagiaan hakiki yang menghantarkan kepada keteladanan akan bisa digapai. Fatimah adalah wanita yang banyak menimba ilmu, makrifat dan hikmah hakiki.
Di penghujung tulisan ini, saya ingin tegaskan bahwa saya kehabisan kata-kata untuk menuliskan kehidupan putri Rasulullah ini. Dan tidak akan ada seorang pun yang sanggup menulisnya. Mudah-mudahan apa yang disediakan Allah baginya cukup untuk mewakili semua itu. Dialah wanita terbaik di zamannya dan putri dari wanita terbaik (Khadijah ra.) dan laki-laki terbaik (Muhammad Rasulullah). Dia juga pemimpin para wanita surga. Allah ridha terhadap Fatimah dan menempatkannya di surga Firdaus.
Oleh: Sri Efriyanti Az-Zahra, Medan
http://www.fimadani.com/fatimah-az-zahra-inspirasi-setiap-wanita/

NASEHAT RASULULLAH KEPADA PUTRINYA – FATIMAH AZ-ZAHRA

Ada 10 Nasihat Rasulullah kepada putrinya, Fatimah Az-Zahra binti Rasulillah SAW. Sepuluh nasihat yang beliau sampaikan merupakan mutiara yang termahal nilainya, khususnya bagi setiap istri yang mendambakan keshalehan. Nasihat atau wasiat tersebut adalah :
1. Wahai Fatimah! Sesungguhnya wanita yang membuat tepung untuk suami dan anak-anaknya kelak Allah tetapkan baginya kebaikan dari setiap biji gandum yang diadonnya dan juga Allah akan melebur kejelekan serta meningkatkan derajatnya.
2. Wahai Fatimah! Sesungguhnya wanita yang berkeringat ketika menumbuk tepung untuk suami dan anak-anaknya, niscaya Allah akan menjadikan antara neraka dan dirinya tujuh tabir pemisah.
3. Wahai Fatimah! Sesungguhnya seorang yang meminyaki rambut anak-anaknya lalu menyisirnya dan kemudian mencuci pakaiannya maka Allah akan tetapkan pahala baginya seperti pahala memberi makan seribu orang yang kelaparan dan memberi pakaian seribu orang yang telanjang.
4. Wahai Fatimah! Sesungguhnya wanita yang membantu kebutuhan tetangganya, maka Allah akan membantunya untuk dapat minum telaga kautsar pada hari kiamat nanti.
5. Wahai Fatimah! Yang lebih utama dari seluruh keutamaan di atas adalah keridhaan suami terhadap istri. Andaikata suamimu tidak ridha kepadamu, maka aku tidak akan mendoakanmu. Ketahuilah wahai Fatimah, kemarahan suami adalah kemurkaan Allah.
6. Wahai Fatimah! Di saat seorang wanita mengandung, maka malaikat memohonkan ampunan baginya, dan Allah tetapkan baginya setiap hari seribu kebaikan serta melebur seribu kejelekan. Ketika seorang wanita merasa sakit akan melahirkan, maka Allah tetapkan pahala baginya sama dengan pahala para pejuang di jalan Allah. Di saat seorang wanita melahirkan kandungannya, maka bersihlah dosa-dosanya seperti ketika ia dilahirkan dari kandungan ibunya. Di saat seorang wanita meninggal ketika melahirkan, maka tidak akan membawa dosa sedikitpun. Di dalam kubur akan mendapat taman indah yang merupakan bagian dari taman surga. Allah memberikan pahala kepadanya sama dengan pahala sribu orang yang melaksanakn ibadah haji dan umrah dan seribu malaikat memohonkan ampunan baginya hingga hari kiamat.
7. Wahai Fatimah! Di saat seorang istri melayani suaminya selama sehari semalam dengan rasa senang dan ikhlas, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya serta memakaikan pakaian padanya pada hari kiamat berupa pakaian yang serba hijau dan menetapkan baginya setiap rambut pada tubuhnya seribu kebaikan. Allah pun akan memberikan kepadanya pahala seratus kali ibadah haji dan umrah.
8. Wahai Fatimah! Di saat seorang istri tersenyum di hadapan suaminya maka Allah akan memandangnya dengan pandangan penuh kasih.
9. Wahai Fatimah! Disaat seorang istri membentangkan alas tidur untuk suaminya dengan rasa senang hati, maka para malaikat yang memanggil dari langit menyeru wanita itu agar menyaksikan pahala amalnya, dan Allah mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan yang akan datang.
10. Wahai Fatimah! Disaat seorang wanita meminyaki kepala suami dan menyisirnya, meminyaki jenggot dan memotong kumisnya, serta memotong kukunya, maka Allah akan memberi minuman arak yang dikemas indah kepadanya, yang didatangkan dari sungai-sungai surga. Allahpun akan mempermudah sakaratul maut baginya, serta menjadikan kuburnya bagian dari taman surga. Allahpun menetapkan baginya bebas dari siksa neraka serta dapat melintasi shiratal-mustaqim dengan selamat.
Dari Abdullah bin Amr Al-Ash r.a, Rasulullah bersadbda : “DUNIA ADALAH SUATU KESENANGAN, DAN SEBAIK-BAIK KESENANGAN ADALAH WANITA YANG SHALEHAH.”
( HR. Muslim )
http://www.isdaryanto.com/nasihat-rasulullah-kepada-fatimah-az-zahra

Kisah Cinta Sejati Ali bin Abi Thalib RA dan Fathimah Az-Zahra RA

Sungguh beruntung bila diantara kita ada yang bisa mengikuti jejak cinta dari seorang Ali bin Abi Thalib RA dan istrinya Fathimah Az-Zahra RA. Karena keduanya adalah sosok yang memiliki cinta sejati yang mumpuni. Saling mengisi dan percaya dalam mengarungi bahtera kehidupan. Saling menenguhkan keimanan masing-masing kepada Allah SWT. Dan untuk lebih jelasnya, mari kita ikuti kisah singkat tentang cinta sejati mereka:
Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah, karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya. Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya. Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya! Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah. Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali.
Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakar Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.
”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali. Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakar. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakar lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan Rasul-Nya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakar menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.
Lihatlah juga bagaimana Abu Bakar berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakar; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali.
Lihatlah berapa banyak budak Muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakar; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud. Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakar sang saudagar, insya Allah lebih bisa membahagiakan Fathimah.
Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin. ”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali. ”Aku mengutamakan Abu Bakar atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku” Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilahkan. Ia adalah keberanian atau pengorbanan.
Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu. Lamaran Abu Bakar ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Namun, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakar mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum Muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh- musuh Allah bertekuk lutut.
Umar ibn Al-Khaththab. Ya, Al-Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. ’Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakar. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, ’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakar dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakar dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakar dan ’Umar.”
Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah. Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya. ’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi. ’Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. ”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al-Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!” ’Umar adalah lelaki pemberani. ’Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulullah! Tidak. ’Umar jauh lebih layak. Dan ’Ali pun ridha.
Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan. Itulah keberanian. Atau mempersilakan. Yang ini pengorbanan.Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran ’Umar juga ditolak.
Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti ’Utsman sang miliarderkah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulullah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri. Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adzkah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubaidah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?
”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan. ”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi.. ” ”Aku?”, tanyanya tak yakin.”Ya. Engkau wahai saudaraku!” ”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?” ”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”
’Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi disana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang. ”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan-pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya.
Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi. Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak, itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan. ”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu? ”Entahlah…” “Apa maksudmu?” “Menurut kalian apakah ’”Ahlan wa Sahlan” berarti sebuah jawaban!” ”Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka, ”Eh, maaf kawan. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya !” Dan ’Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan ke kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang. Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakar, ’Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang, bukan janji-janji dan nanti-nanti.
Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!” Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggung jawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ’Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian.
Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada ‘Ali, “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu, aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda ” ‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau menikah denganku? dan siapakah pemuda itu?” Sambil tersenyum Fathimah pun berkata; “Ya, karena pemuda itu adalah dirimu”
Kemudian Nabi SAW bersabda: “ Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fathimah puteri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib, maka saksikanlah sesungguhnya aku telah menikahkannya dengan maskawin empat ratus Fidhdhah (dalam nilai perak), dan Ali ridha (menerima) mahar tersebut”
Kemudian Rasulullah SAW. mendoakan keduanya: “Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebajikan yang banyak”
Yogyakarta, 28 April 2011
Mashudi Antoro (Oedi`)
[Disadur dari: kitab Ar-Riyadh An-Nadhrah 2:183, bab 4]

http://oediku.wordpress.com/2011/04/28/kisah-cinta-sejati-ali-bin-abi-thalib-ra-dan-fatimah-az-zahra-ra/

SALAH CARA, GAK KAYAK GITU...

Anna sedang bahagia, dia berulang tahun hari ini. Sahabat-sahabatnya mengucapkan selamat padanya, tak terkecuali kedua orang tua dan saudaranya. Tapi ada kejadian tak terduga, sore itu ada SMS dari seseorang yang tak dikenalnya mengucapkan selamat ultah juga. Anna tak tahu itu siapa. Yang tahu hari ultahnya hanya keluarganya dan teman-teman akrab saja. Lalu itu siapa?
“Mungkin ini sepupuku. Tapi aneh, gak biasanya mereka ngucapin selamat ultah. Apa bener nih?” pikir Anna.
Anna lalu balas SMS orang itu.
Makasih ucapannya. Maaf ini siapa ya? Nomornya gak tersimpan, jadi kalau ini keluarga akan saya simpan nomornya.
Lalu gak lama ada SMS balasan dari orang itu. Dia gak mau bilang siapa dirinya.Hmm, bikin penasaran aja.
Dengan kepolosan dan kejujurannya, Anna balas SMS itu.
Maaf, Mama gak ngijinin balas SMS dari orang tak dikenal. Kalau Anda keluarga kami, akan saya simpan nomor Anda. Tapi kalau gak mau kasih tahu siapa Anda, saya tak akan membalas SMS Anda lagi. Maaf.
Ah, Anna emang terlalu jujur.
Akhirnya, orang misterius ini mengaku juga.
Saya Fadli, murid Bapakmu. Saya dan teman-teman sering ke rumah belajar dengan Bapak. Ingatkah?
Anna balas lagi SMS-nya.
Maaf, saya tidak kenal, cuma tahu namanya dari cerita ortu.
Balasan dari Fadli:
Nanti kalau saya SMS lagi gak apa-apa kan? Ada yang mau saya beri tahu. Jadi simpan aja nomor saya ini ya.
Anna pun menyimpan nomor si Fadli itu.
“Aneh, mau ngasih tahu apa sih? Aku kan gak tahu yang mana orangnya. Kalau bukan karena dia murid Bapak, tentu gak perlu kusimpan. Ngapain?”
Anna lalu cerita ke ortunya tentang SMS lelaki itu. Dia juga menyelidiki siapa yang memberi tahu nomornya pada Fadli. Dia gak pernah kenalan dengan murid-murid Bapaknya itu. Paling-paling cuma bukain pintu, menyilahkan masuk, dan kalau gak ada Mama, dia yang bikini minum dan menyuguhkannya ke mereka pas mereka belajar. Pasti ada yang ngasih nomor Anna nih.
Ooooooh, ternyata Mama yang kasih tahu. Kata Mama, “Tadi si Eko ngucapin selamat ultah buat kamu. Dia juga tanya nomormu. Katanya mau ngucapin langsung ke kamu”.
“Tapi kan, gak seharusnya Mama ngasih tahu nomorku ke laki-laki yang tak kukenal tanpa seizinku. Apa lagi cuma buat ngucapin selamat ultah. Teman-teman ikhwan aja yang udak kenal lama gak ada yang ngucapin selamat kayak gini. Malah nomorku dikasih tahu ke temannya yang lain. Katanya mau SMS lagi ntar malam. Ada yang mau dikasih tahu. Padahal ini musim ujian. Anna mau konsen belajar. Amanah yang lain juga banyak, Ma. Gimana dong?” Anna complain sama Mama. Dongkol bin kesal. Takut juga sih, kalau-kalau si Fadli SMS lagi. Feelingnya gak enak nih.
“Kamu balas aja SMS-nya baik-baik. Yang sopan. Kalau keseringan bilang aja bahwa kamu minta maaf gak bisa balas SMS dia karena sibuk”, usul Mama pada Anna.
Anna pun menerima usul Mama dan berusaha husnudzon aja.
***
Malamnya pas belajar di kamar, si Fadli SMS lagi. Aduh, apa ya isi SMS-nya?
Anna udah sholat belum? Udah makan? Lagi belajar ya?
Anna lalu jawab SMS itu sesingkat-singkatnya.
Saya lagi belajar.
Fadli: Semangat ya! Kalau boleh tahu, Anna semester berapa? Di kampus ikut kegiatan apa aja?
Anna: Semester 5. Anna ikut organisasi dakwah kampus. Maaf ya kalau Anna gak bisa balas SMS-nya. Anna lagi sibuk belajar. Banyak tugas.
Fadli: Nanti saya mau kasih tahu sesuatu, tapi nanti aja ya.
Huffff…, ngasih tahu apa sih? Kok gak sekarang aja? Males banget SMS-an sama ikhwan. Bisa jadi khalwat nih. Gak penting. Jadi ingat kata ustadz Ferry, bahwa SMS-an dengan lawan jenis itu seperlunya aja, gak berlarut-larut, gak menyangkut hal-hal privacy, bisa mengotori hati. bahkan beliau bilang, meski raga gak ketemu, tapi mengetik SMS itu sama kayak menyentuh jari-jari orang yang dikirimi SMS dan mata yang baca juga hati ikut terlibat. Maka dari itu, hindari yang gak penting. Buat urusan tolong-menolong dan amanah yang penting aja. Bahkan SMS tausiyah pun hindari antar gender karena masing-masing sudah ada murobbi yang berkapasitas untuk menasihati dan mengingatkan. Itu demi menjaga kesucian dan kehormatan diri. Setan emang pandai menjebak manusia dengan menghiasi maksiat.
Anna kembali konsen dengan buku-bukunya yang tebal. Berkutat dengan buku dan larut dalam pelajaran yang rumit membuatnya bisa melupakan SMS itu. Dia juga udah bilang dgn jujur dan minta maaf gak bisa balas SMS terus karena sibuk belajar.
“Semoga aja si Fadli ini paham, ngerti, gak sekadar tahu”, batin Anna.
Pas mau tidur, eeeeehhh, ada lagi si Fadli SMS. “Ah, aku mau tidur nih”, keluh Anna.
Fadli: Anna mau tidur ya? Jangan lupa baca doa ya dan Fatihah empat. Usapkan ke seluruh badan. Itu disebut mandi ayat.
Anna sebenarnya udah dari dulu diajarkan Mama hal ini.
“Makasih deh udah diingetin lagi”, kata Anna dalam hati. Dia lalu mempraktekkan hal itu. Dia nonaktifkan HP-nya supaya bisa tidur dengan tenang. Kalau gak terlalau malam, dia pasti udah cerita ke Mama tentang semua SMS Fadli ini. Besok deh…
***
Azan subuh berkumandang. Anna segera bangun dan sholat. HP yang semula dimatikan, dia aktifkan lagi. Hah??? Ada SMS lagi dari Fadli? Subuh-subuh begini?!
SMS 1: Anna ada apa? Baik-baik aja kan? Kok HP-nya gak aktif?
SMS 2: Anna…, udah subuh nih. Ayo bangun!
SMS 3: Anna berangkat ke kampus hari ini jam berapa? Yang semangat ya belajar.
“Ya Allah, ini lelaki kok SMS terus ya? Apa belum jelas ya SMS-ku bahwa aku sibuk belajar dan banyak tugas juga manah lain di organisasi kampus juga banyak? Udah dinonaktifkan HP-ku, masih getol SMS”. Anna lalu cerita ke Mama tentang semua SMS yang diterimanya. Mama hanya mencoba menguatkan dia agar gak balas SMS itu kalau terlalu sering dan tetap konsentrasi belajar menghadapi ujian. Bapak juga tahu tentang hal ini. Dia gak mau menutupi apapun karena Fadli itu murid Bapak. Anna merasa niat Fadli untuk berteman gak tulus. Ada maksud lain begitu.
***
Di kampus, Anna berkumpul dengan teman-teman satu halaqahnya. Dia udah SMS sebelumnya bahwa dia mau cerita sesuatu dan minta tolong sama mereka. Lalu, di masjid kampus tempat biasa mereka kumpul, Anna cerita tentang Fadli yang terlalu sering SMS. Gak dibalas SMS-nya, tetap aja SMS. Isinya pun udah berlebihan menurut Anna. Seorang teman apalagi ikhwan, gak seharusnya ngasih perhatian lebih kayak gitu. Yang akhwat aja gak segitunya. Teman-teman Anna lalu ngasih nasihat dan solusi buat masalah Anna.
“Baiknya kamu tanya aja baik-baik, ada maksud apa bertanya banyak hal tentang kamu. Kasih dia pengertian bahwa hal demikian tidak seharusnya dilakukan”,saran Henny.
“Iya, kamu sabar aja, An. Entar dia juga bosen gak dibalas-balas SMS-nya”, kata Santi.
“Tapi, dia ini murid Bapak. Aku takut salah ngomong. Gak enak negurnya gimana. Dia juga lebih tua dariku. Ilmunya tentu lebih banyak, apalagi di kuliah di kampus yang agamis”, sahut Anna.
“Coba dulu saranku itu”, kata Henny menguatkan.
Anna lalu mempraktikkan apa yang disarankan teman-temannya.
Eh, si Fadli malah balas SMS-nya dengan mengatakan nanti mau silaturahim ke rumah. Mungkin supaya Anna tahu yang mana yang namanya Fadli. Anna jadi ketakutan. Apalagi Fadli berani miscall begitu. Tapi Anna gak mau mengangkatnya. Gak pernah ada teman ikhwan yang nelpon kecuali sangat-sangat penting. Nah, Fadli ini kan belum dia kenal, jadi Anna gak berani ngangkat telponnya. Teman-temannya hanya bisa mendukungnya untuk tetap istiqomah dan sabar.
“Kalau gak ada perubahan, aku ganti nomor aja. Nanti kalian kukasih tahu. Biar gak berurusan lagi dengan dia. Kayaknya dia gak ngerti prinsip kita”, kata Anna akhirnya.
***
Di rumah, Anna benar-benar stress. Semuanya udah diceritakan ke Mama dan Bapak. Adiknya, Intan, gak terima kalau Anna terus-terusan di SMS kayak gitu. Intan merasa ini gangguan yang harus segera diberantas. Ini sedang musim ujian. Apalagi kakanya udah semester 5, bentar lagi menjelang tingkat akhir dan harus benar-benar berjuang agar nilainya gak jeblok. Anna juga aktif berorganisasi, maka tentu saja gangguan semacam ini harus segera diakhiri agar tak mempengaruhi kegiatan Anna. Apalagi Intan melihat wajah Anna yang seringkali murung dan terbebani dengan SMS itu.
Anna emang orangnya sensitif dan gak tegaan. Dia cuma bisa mengahadapi SMS itu dengan tidak membalasnya. Tapi, rupanya Fadli gak ngerti juga maksud Anna yang mendiamkannya.
Intan akhirnya bertindak. Dia diam-diam ngambil HP Anna lalu dia catat nomor Fadli. Sebelumnya Intan baca SMS-SMS Fadli yang belum sempat dihapus Anna. Ya ampun, Intan langsung berang! Apalagi dia baca SMS terakhir Fadli. Isinya: “Nanti suatu saat Anna akan ngerti kok arti dari sebuah perhatian”.
Intan lalu SMS Fadli dengan tegas untuk menegur Fadli. Intan meminta Fadli agar tidak SMS Anna lagi karena Anna mau konsen belajar. Dia gak mau kakaknya terganggu dengan SMS Fadli yang terlalu sering dan seakan gak kenal waktu. Pagi, siang, sore, malam… Memang demikian keadaannya. Dan Intan sangat memohon pengertian agar Fadli paham hal ini. Semua diuraikan dengan sangat gamblang oleh Intan. Intan memang punya karakter tegas, keras, dan berani. Yang salah itu salah, yang benar itu benar. Dia ingin yang terbaik buat kakaknya dan keluarganya. Maka Intan merasa tindakannya itu memang harus dilakukan karena Anna cuma bisa diam dan itu takkan menyelesaikan masalah karena Fadli ini gak paham juga dengan diamnya Anna yang menandakan rasa keberatan dan terganggunya.
Tapi bagaimana reaksi Fadli? Fadli rupanya gak terima ditegur oleh Intan. Eh, si Fadli malah SMS si Intan terus. Intan tambah emosi. Salah satu SMS-nya yang bikin Intan naik darah adalah “Adik manis…, tapi kamu senangkan bisa SMS-an sama saya. Tolong nyanyiin lagunya Wali ya yg judulnya Baik-Baik Sayang buat kakak kamu. Kakakmu lembut, kok adiknya nggak sih?”
Grhrhrh… Intan naik pitam. Dia ngamuk di rumah. Intan protes sama Bapaknya yang ternyata punya murid kayak gitu. Sambil nangis-nangis Intan bilang, “Kok kuliah di universitas Islam, kelakuannya kayak gini? Gak sopan sama cewek. Gak menghargai sama sekali. Apa dia lupa kalau kami ini anak Bapak yang gurunya sendiri? Gak kayak gini caranya kalau mau temenan!!!”
Bapak dan Mama hanya bisa diam. Kalau Intan sedang marah kayak gitu, lebih baik dibiarkan saja dulu semua emosinya dikeluarkan, nanti dia diam sendiri. Setelah agak tenang, lalu Anna ngasih usul.
“Lebih baik kita berdua ganti nomor aja. Setelah itu komunikasi dengan dia jadi terputus dan dia gak akan bisa menghubungi kita lagi. Jadi kita bisa konsen belajar. Kayaknya dia juga bakal malu sama Bapak dan Mama, dan gak berani ke sini deh”, usul Anna.
Akhirnya, hari itu juga mereka ganti nomor. Mau gak mau, semua temen dan keluarga dikabari. Apalagi Anna yang punya banyak urusan di kampus harus segera ngasih tahu temen-temennya supaya gak misscomunication. Kalau ada hal yg penting mereka bisa segera mengontak Anna di nomornya yang baru. Nomor yang dulu segera dibuang, bahkan kartunya dipatahin supaya gak bisa dipakai lagi.
Temen-teman akrabnya segera merespon SMS Anna yang memberitahukan bahwa dia ganti nomor.
“Wah, sampai ganti nomor gini ya, An? Parah banget dong!” SMS Santi.
“Gak ada cara lain selain ini. Soalnya Intan ikut-ikutan juga. Jadi tambah ribet. Kami harus ganti nomor”, balas Anna.
Akhirnya setelah itu Anna bisa tenang dan konsen menghadapi ujiannya.
Tapi, Intan ternyata masih menyimpan nomornya yang dulu. Terkadang dia aktifkan nomor itu. Eh, ternyata ada SMS dari Fadli. Isinya: “Eh, dik. Boleh minta nomor Anna gak?”
“Huh, dasar nih cowok! Gak mau nyerah juga rupanya. Gak akan kubiarkan dia ganggu Kak Anna lagi!” pikir Intan. Intan pun akhirnya membuang nomornya itu dan pakai nomor yang baru. Selesai deh urusan dengan si Fadli itu. Mereka aja gak tahu yang mana sih orangnya?
***
Setahun lebih telah berlalu dari kejadian itu. Anna dan Intan gak pernah ketemu dengan si Fadli itu dan gak tahu apa-apa tentang dia. Fadli juga gak bisa menghubungi mereka lagi. Apakah sampai di situ aja masalahnya? Ups, belum selesai ternyata. Dan masalah ini malah ikut melibatkan Caca, saudara sepupu mereka.
Suatu hari, Caca datang ke rumah mereka. Dia nginap semalam di sana. Pas Anna dan Intan gak ada di rumah, Caca ngomong ke Mama.
“Tante, dulu aku pernah dengar cerita dari temen yang katanya kenal sama Anna dan Intan. Katanya, mereka itu dulu pernah SMS seorang cowok, tapi bahasanya agak kasar gitu. Bener gak sih?” ujar Caca.
“Wah, tante gak tahu masalah itu, Ca. Setahu Tante, mereka gak pernah ngasarin cowok karena tante udah bilang kalau mereka harus sopan sama siapa aja”, sahut Mama heran.
“Oh, gitu ya?”
Setelah Caca pulang, Mama lalu menanyakan apa yang disebut Caca itu pada Anna dan Intan.
“Perasaan, gak pernah deh punya temen cowok di kampus itu. Kecuali ini terkait dengan murid Bapak yang dulu sering SMS kami, sehingga kami ganti nomor. Tapi, Anna gak pernah ngomong kayak gitu. Anna lebih baik diam gak bales SMS-nya dan akhirnya milih ganti nomor aja biar gak tambah panjang urusannya”, jelas Anna.
“Hmm, kalau Intan sih gak tahu ya Ma. Mungkin itu Intan. Dulu kan dia sempat marah-marah gitu dan ngamuk di rumah karena merasa gak dihargai sebagai cewek”, lanjutnya.
Setelah ditanya ke Intan, Intan cuma bilang, “Gak tahu tuh. Gak pernah kayak gitu”.
***
Setelah beberapa bulan memendam rasa penasaran, akhirnya pas liburan, Anna SMS-an dengan Caca. Dia menanyakan siapa sebenarnya yang udah ngomongin dia dan adik-adiknya? Apalagi nyebutnya anak Bapak begini-begitu… Kenal aja nggak, kok berangi mengghibah begitu. Caca pun menjelaskan pada Anna.
“Aku gak tahu nama lengkapnya apa, biasanya aku manggil dia kakak aja. Dia bilang bahwa dia dengar itu dari orang juga. Orang itu pernah SMS kayak ucapan selamat malam, pagi, siang, tanya udah makan, atau lagi ngapain. Tapi ternyata ditegur dengan kasar. Katanya gak tahu waktu, bercermin dulu lah, jangan ganggu lagi, dll”, jelas Caca.
Anna pun akhirnya menyimpulkan bahwa emang Fadli sumber utamanya. Dia ngomong ke mana-mana tentang kejadian SMS-SMS itu dan teguran Intan yang tegas. Berarti si Fadli ini gak nerima teguran Intan dulu dan nggak menyadari bahwa asal mula masalah ini dia juga yang terlalu agresif tanya-tanya ini itu bahkan masuk ke hal-hal privacy yang penting untuk diketahui lawan jenis yang baru dikenal. Begitu pikir Anna. Memberi perhatian lebih itu gak seharusnya dilakukan apalagi kepada bukan mahram sebelum ada ikatan.
Anna mulai menyusun kronologis kejadiannya. Setelah gak terima dengan teguran Intan, Fadli cerita ke teman-temannya. Nah, salah satunya adalah yang cerita ke Caca karena mereka tinggal di satu daerah yang sama.
Anna lalu mau minta nomor cowok yang cerita ke Caca itu buat konfirmasi dan meluruskan permasalahan ini. Juga mau minta maaf kalau memang Fadli pernah merasa sakit hati ditegur gitu oleh Intan. Tapi, sayangnya Caca gak tahu nomor cowok itu dan dia udah gak tinggal di daerah itu.
Hufh…, Anna jadi gak bisa meneruskan penyelidikan. Dia lalu diskusi macam-macam dengan Caca.
“Kayaknya cowok itu suka sama Anna. Dia mungkin pernah melihat kamu, tapi kamu gak tahu siapa dia. Karena itulah dia ngirim-ngirim SMS kayak gitu. Baiknya nanti kalau mau negur cowok dengan lemah lembut. Karena gak semua cowok bisa menghargai cewek, dan mau nerima teguran apalagi kalau ditegur dengan tegas”, saran Caca.
Ya, begitulah akhirnya… Masalah ini masih menyisakan misteri. Siapa yang mengghibah itu? Teganya… Tapi banyak hikmah yang bisa dipelajari dari kejadian ini, supaya lebih berhati-hati dalam menjaga diri dalam pergaulan.
***
Nah, dari cerita di atas, ada beberapa hal yang dapat kita ambil pelajaran:
1. Dalam membangun ukhuwah, kita gak cukup cuma tahu aja. Tahu nama, alamat, kuliah di mana, kerja apa, dll. Itu cuma awal. Kita harus memahami karakter seseorang. Dan memahami seseorang itu gak instan. Gak perlu agresif buat memahami karakter orang, karena itu bisa menimbulkan perasaan gak enak bagi saudara yang ingin kita kenal. Lagian, caranya kok harus lewat SMS sih? Lebih baik secara langsung, jadi lebih jelas dan tahu siapa orangnya. Jika yang ingin dikenal itu adalah lawan jenis, tentu harus menjaga etika pergaulan agar sesuai syariat. Gak terjerumus pada khalwat, karena yang ketiganya adalah setan.
2. Kalau dengar seseorang ngomongin kejelekan orang lain, jangan didengerin. Alihkan ke pembicaraan lain. Ghibah! Dan itu sama dengan memakan bangkai saudara sendiri. Mau nggak makan bangkai? Apalagi jika yang ngasih tahu itu orang yang juga gak kenal dan belum memahami saudara kita dengan baik. Bisa jadi itu fitnah yang hanya melebih-lebihkan dan gak sesuai fakta. Harus husnudzon. Bukan malah menyebar info itu ke orang lain yang belum tentu pula berita yang didengar itu benar.
3. Jika ada masalah yang dihadapi saudara kita, wajib kita bantu. Kita harus saling menasihati dalam mentaati kebenaran dan menetapi kesabaran. Lihat, bagaimana Intan yang membela Anna? Bagaimana sahabat-sahabat Anna yang ikut mencarikan solusi buat masalahnya? Itulah ukhuwah yang sebenarnya. Saling tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.
4. Jika ada yang memberi teguran dan kritikan, hendaknya diterima dengan terbuka. Bukan malah marah dan disikapi dengan suudzon atau tindakan lain yang tak terpuji, misalnya mengghibah orang. Instropeksi dirilah.
5. Buat semua laki-laki, hargai wanita. Perlakukan mereka dengan baik. Hargai persaannya dan hormati prinsipnya.
6. Bergaul dengan siapa saja, namun harus memperhatikan aturan syar’I yang sudah ditetapkan Allah SWT. Kalau niatnya udah benar, maka prakteknya harus dengan jalan yang benar pula. Niatnya mau kenalan dan menjalin ukhuwah, tapi caranya kok terkesan agresif gitu, jadinya malah menimbulkan masalah.

Demikian cerita ini saya tuliskan. Semoga bermanfaat buat pembaca…

Jumat, 23 Desember 2011

QADHA SHOLAT WANITA HAID DAN NIFAS

Jika seorang wanita yang mengalami haid atau nifas telah suci sebelum matahari tenggelam maka wajib baginya untuk shalat zuhur dan asar pada hari tersebut. Dan barangsiapa yang suci dari keduanya sebelum terbitnya fajar maka wajib baginya untuk shalat magrib dan isya pada malam tersebut. Karena waktu sholat yang kedua adalah waktu sholat yang pertama ketika ada uzur.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di dalam al Fatawa (22/234), jumhur ulama – seperti Imam Syafi’I dan Imam Ahmad- mereka berpendapat bahwa jika telah suci wanita haid di akhir siang maka dia mengerjakan sholat zuhur dan asar semuanya. Jika dia suci di akhir malam maka dia mengerjakan sholat magrib dan isya semuanya. Hak ini sebagaimana dinukil dari Abdurrahman bin Auf Abu Hurairah dan Ibnu Abbas karena di saat uzur, satu waktu mencakup dua sholat. Jika telah suci di akhir siang maka waktu zuhur tetap ada, sehingga dia sholat zuhur sebelum sholat asar. Jika telah suci di akhir malam maka waktu magrib tetap ada dalam keadaan uzur, sehingga dia sholat magrib sebelum sholat isya.
Adapun jika seorang wanita sudah menjumpai waktu sholat kemudian dia haid atau nifas sebelum dia sholat maka pendapat yang rajah bahwasanya tidak wajib bagi dia untuk mengqadha’ sholat tersebut yang dia dapatkan di awal waktu kemudian haid atau nifas sebelum mengerjakan sholat.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di dalam Kitab Majmu’ Fatawa (23/335)tentang permasalahan ini. Yang lebih Nampak dari dalil adalah pendapatnya Abu Hanifah dan Malik bahwasanya wanita tersebut tidak wajib apa-apa. Karena qadha’ itu diwajibkan dengan sebuah perintah baru, dan di sini tidak ada perintah yang mengharuskan qadha’. Juga karena wanita itu melakukan pengakhiran yang memang dibolehkan sehingga ia bukan sedang meremehkan. Adapun orang yang tidur atau lupa meskipun juga bukan sedang meremehkan- maka sholat yang dikerjakan itu bukan qadha/ namun itu adalah waktu sholat pada haknya, (yaitu) ketika dia bangun atau ingat.
Naafiah, A. 2011. Panduan Amal untuk Wanita Haid, Nifas, Istihadhah, dan Menopause. Jakarta: Mutiara Media




CARA MENGQADHA SHALAT BAGI WANITA YANG HAID DAN NIFAS

1. Perempuan yang haid, nifas atau gila di dalam waktu sholat, sedangkan dia belum mengerjakan sholat waktu itu, maka dia harus mengingat-ingatnya sholat yangditinggalkannya itu. Kemudian setelah darah haidnya berhenti ia wajib mengqadha sholat yang ditinggalkannya itu. Contohnya: wanita yang haid pada waktu isya, subuh atau asar, maka dia wajib mengqadha sholat waktu itu.
Penjelassan di atas ini adalah sholat-sholat yang tidak dapat dijama’ dengan sholat sesudahnya. Menurut sebagian ulama berpendapat: “Apabila sholat yang ditinggalkannya itu merupakan sholat yang dapat dijama’ dengan sholat yang sesudahnya, maka dia wajib mengqadha sholat yang ditinggalkan itu dan sholat sesudahnya yang dapat dijama’.” Contohnya: seorang wanita kedatangan haid waktu zuhur atau magrib, maka dia wajib mengqadha sholat zuhur dengan asar atau magrib dengan isya.
Rinciannya sebagai berikut:
Haid datang waktu zuhur  Qadha zuhur dan asar
Haid datang waktu asar  Qadha asar
Haid datang waktu magrib  Qadha magrib dan isya
Haid datang waktu isya  Qadha isya
Haid datang waktu subuh  Qadha subuh
2. Perempuan yangtelah berhenti haid atau nifas pada waktu sholat subuh, zuhur atau magrib, maka ia harus melaksanakan sholat waktu itu (ada).
3. Perempuan yangtelah berhenti haid atau nifas pada waktu sholat asar atau isya, maka ia harus melakukan sholat waktu itu, meskipun waktu itu tinggal bacaan takbiratul ihram saja dan harus mengqadha sholat sebelumnya (zuhur/magrib).
Rinciannya sebagai berikut:
Haid berhenti zuhur  sholat zuhur
Haid berhenti asar  qadha zuhur dan laksanakan sholat asar
Haid berhenti magrib  sholat magrib
Haid berhenti isya  qadha sholat magrib dan laksanakan sholat isya
Haid berhenti subuh  sholat subuh
4. Apabila berhentinya haid atau nifas itu masih berada pada waktu sholat tetapi tidak cukup untuk bersuci dan takbiratul ihram maka harus mengqadha sholat tersebut.
Rinciannya sebagai berikut:
Haid berhenti zuhur  qadha sholat zuhur
Haid berhenti asar  qadha zuhur dan asar
Haid berhenti magrib  qadha sholat magrib
Haid berhenti isya  qadha sholat magrib dan isya
Haid berhenti subuh  qadha sholat subuh


Sunarto, A. 1987. Haid dan Masalahnya. Surabaya: Mutiara Ilmu